PLUZ.ID, MAKASSAR – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar, Irwan Adnan, membenarkan telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu terkait harta kekayaannya yang mengalami lonjokan signifikan sebagaimana telah dilaporkan dalam aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik KPK
Irwan Adnan, Jumat (9/4/2021), mengatakan, semua data harta kekayaan sudah diverifikasi KPK.
“Itu (pemeriksaan KPK), alat untuk pencegahan dan kepatuhan. Saya sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) diwajibkan mengungkap harta dengan jujur,” jelasnya.
Irwan Adnan menjelaskan soal lonjakan harta kekayaannya. Menurutnya, hal itu merupakan aset-aset lama yang baru didata melalui LHKPN.
Dimana, tahun 2017 aset yang terdata masih nama pribadi Irwan Adnan, sehingga nilainya masih rendah, belum dihitung aset atas nama istri dan keluarga.
“Sehingga, saat perhitungan 2018 kita hitung semua kemudian dinilai dengan kondisi sekarang nilainya melonjak,” ujarnya.
“Saya mengapresiasi atensi KPK ini dan mengimbau agar pejabat lain ikut transparansi persoalan ini,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) KPK Wilayah IV, Niken Ariati, Rabu (7/4/2021), mengatakan, tim KPK telah memeriksa Kepala Bapenda Kota Makassar, Irwan Adnan, terkait keberadaan hartanya yang telah dilaporkan dalam aplikasi LHKPN milik KPK.
“Iya, kami sudah memeriksa beliau (Irwan Adnan). Intinya KPK menindaklanjuti pengaduan yang ada. Dan semua LHKPN yang terlihat tidak wajar pasti dicek,” ujarnya.
Niken enggan merinci terkait pemeriksaan itu. Termasuk kapan Irwan Adnan diperiksa KPK. “Waduh pemeriksaan tertutup Pak. No comment yaaa,” beber Niken ketika ditanya kapan pemeriksaan ini dilakukan.
“LHKPN tinggi belum tentu korupsi selama penjelasannya bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Sementara itu, sorotan publik terhadap Irwan Adnan terjadi, karena hartanya sebagai pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mencapai Rp56 miliar dinilai tidak wajar. Diantara harta Irwan Adnan itu, terdapat 24 aset tanah dan bangunan serta delapan kendaraan mewah.
Irwan Adnan melaporkan hartanya pada 31 Desember 2019. Saat itu, kekayaannya tercatat sebesar Rp56,4 miliar.
Pada 2017 lalu, harta Irwan Adnan hanya Rp8,2 miliar dan meningkat menjadi Rp53,6 miliar pada 2018. Pada 2019, angkanya bertambah sekitar Rp3 miliar.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, yang dimintai konfirmasi, mengaku, tidak tahu pasti soal kekayaan harta pejabatnya. Namun, menurutnya, LHKPN adalah wujud transparansi pejabat negara dalam melaporkan hartanya.
Sementara, penggiat antikorupsi, Djusman AR, sebelumnya, mengatakan, mencermati harta kekayaan Irwan Adnan yang terungkap dalam aplikasi LHKPN KPK, dapat diyakini validasinya.
Namun, Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar ini, mengatakan, yang menjadi pertanyaan sakarang apakah dalam LHKPN tersebut terdapat temuan ketidakwajaran. Untuk mengujinya harus diketahui apakah LHKPN tersebut sudah diterbitkan dalam bentuk surat kepemilikan atau tidak diterbitkan.
“Pemahaman saya, manakala KPK tidak menerbitkan dalam bentuk surat lembaran atau dokumen untuk dimiliki yang bersangkutan, maka itu berarti terdapat temuan di dalamnya dan pasti KPK akan menindaklanjuti dalam bentuk check and balance atau langsung pemeriksaan,” tuturnya.
Sebaliknya, bila telah diterbitkan, maka itu berarti bebas temuan atau tidak bermasalah.
Djusman menjelaskan, yang mencengangkan dan mengundang tanya karena memang besaran lonjakannya dari 2017, 2018 hingga 2019.
Apalagi, pada objek harta tersebut, adalah harta tak bergerak yang nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga bergerak.
Djusman menegaskan, laporan kekayaan itu, patut untuk diinvestigasi atau diselidiki.
“Namun, semuanya bergantung pada yang saya jelaskan tadi di atas, karena berkaitan LHKPN jelas merupakan kewenangan KPK,” ujarnya.
“Bahwa Polrestabes Makassar melakukan pemeriksaan atas masalah ini, saya kira itu baik guna mendorong lahirnya kepastian hukum atas dugaan ketidakwajaran harta Irwan Adnan dalam LHKPN tersebut. Namun, saya menyarankan cocoknya hal itu ditangani KPK atau bolehlah ditangani Polrestabes atau Polda Sulsel dengan kewenangannya atas pertimbangan locus delicti-nya. Namun, untuk lebih menjaminnya proses hukumnya diharapkan meminta supervisi aktif kepada KPK,” tambah Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi ini. (***)