search
  • facebook
  • twitter
  • instagram

PTPN XIV Gusur Petani, ARN: Pemkab Enrekang Harus Segera Cari Solusi

doelbeckz - Pluz.id Senin, 21 Februari 2022 18:00
Andi Rukman Nurdin Karumpa. foto: istimewa
Andi Rukman Nurdin Karumpa. foto: istimewa

PLUZ.ID, ENREKANG – Polemik yang terjadi akibat ekspansi kebun kelapa sawit yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara (Persero)/PTPN XIV di Kabupaten Enrekang belum menemui jalan keluar.

Terutama nasib ratusan petani yang menjadi korban penggusuran di lima desa di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang yang dinilai sebagai area PTPN XIV.

Beberapa kali aksi demonstrasi petani penggarap bersama Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU) masih belum membuahkan hasil.

Hal ini menjadi perhatian Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pusat (DPP) Himpunan Keluarga Massenrempulu (HIKMA), Andi Rukman Nurdin Karumpa.

ARN, sapaan akrab Andi Rukman Nurdin Karumpa, bahkan turun langsung ke Enrekang melakukan dialog dengan semua pihak terkait, dalam hal ini Bupati Enrekang Muslimin Bando, anggota DPRD Enrekang, perwakilan PTPN XIV, petani, dan aktivis yang mendampingi petani.

Kunjungan ke kampung halamannya ini, dirangkaikan menghadiri perayaan Hari Jadi Kabupaten Enrekang Ke-62, Sabtu (19/2/2022).

“Kehadiran kami ini, bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Enrekang. Saya sudah bertemu dan berbicara dengan Bupati-Wakil Bupati Enrekang, Sekda, anggota DPRD Enrekang, perwakilan PTPN XIV, ada juga dari DPRD Provinsi Sulsel, petani, dan aktivis yang mendampingi petani. Kita mencari solusi. Buka dialog. Ini bukan berbicara hukum, tetapi berbicara nurani. Bagaimana nurani pemkab, nurani PTPN XIV, supaya program pemerintah bisa berjalan baik, tetapi hak dan kewajiban masyarakat itu harus kita perhatikan. Maka kami dari HIKMA minta Pemkab Enrekang menyiapkan beberapa solusi supaya masyarakat yang ada di Maiwa yang sudah terlanjur di dalam lahan PTPN XIV itu benar-benar tidak digusur dan Pak Bupati berjanji tidak akan ada digusur. Ini menjadi momen untuk mencari solusi atas persoalan ini, dengan berbudaya dan mengedepankan prinsip kemanusiaan,” kata ARN di Enrekang.

ARN pun secara khusus menanggapi konflik horizontal di Enrekang ini.

Menurutnya, kurangnya komunikasi antara PTPN XIV dan Pemkab Enrekang membuat petani di Maiwa dan Cendana menjadi korban.

ARN, Senin (21/2/2022), mengatakan, rekomendasi Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan pemkab di tahun 2021 menjadi masalah awal. Seharusnya, setelah ada rekomendasi dari pemkab, PTPN XIV harus memetakan lahan mana yang akan digarap, dan menunjukan rencana progres kepada pemerintah.

“Nah, ini kan mereka langsung gusur dari depan. Dimana ada lahan yang sedang digarap warga. Jadi sebenarnya pemda juga seperti dikelabui PTPN XIV ini,” katanya.

ARN menilai, PTPN XIV terlihat sangat arogan ingin menguasai lahan di Maiwa. Seharusnya, pemkab bisa saja mencabut rekomendasi jika PTPN XIV masih melakukan aktivitas itu. Tapi malah Pemkab Enrekang dalam kondisi pening.

“Kelapa sawit memang membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. Namun, jika hal itu mencederai masyarakat, itu tidak boleh. Kerena keamanan rakyat di atas segalanya,” ujar pengusaha nasional ini.

Menindaklanjuti perselisihan antara PTPN dan masyarakat Maiwa, dirinya segera mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Bahkan, ARN sudah melakukan komunikasi secara langsung kepada Menteri BUMN, Erick Thohir.

“Saya sudah komunikasi dengan Pak Erick. Makanya saya kesini (Enrekang). Tentu kita akan cari solusi yang terbaiklah,” jelas Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini.

Meski demikian, Pemkab Enrekang tak boleh berdiam diri. Pemkab harus membuka dialog bersama masyarakat. Kemudian, harus bersikap tegas kepada PTPN XIV.

Jika tidak diselesaikan dengan cepat, ARN mengancam dirinya akan menurunkan massa yang lebih besar untuk unjuk rasa di PTPN XIV.

“Kalau pemkab tidak tegas terhadap PTPN XIV, saya sendiri yang akan turunkan massa untuk unjuk rasa di PTPN XIV,” ancamnya.

Sementara, Akadimisi dari Universitas Lambung Mangkurat, Siswanto Rawali, menilai, Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini DPRD dan Bupati Enrekang sebagai pemimpin di Bumi Massenrempulu seharusnya pasang badan melindungi rakyatnya.

Siswanto Rawali. foto: istimewa

“Menurut saya, sebagai seorang pemimpin, bupati harus pasang badan melindungi rakyatnya. Penzaliman dengan cara menggusur tanaman rakyat tidak bisa dibenarkan dengan kacamata apapun,” kata putra Massenrempulu ini.

Siswanto Rawali mengatakan, Bupati Enrekang tidak boleh mendiamkan dan membiarkan rakyatnya digusur dengan cara yang sangat zalim.

“Kasus perusakan tanaman di kebun dan sawah rakyat yang menggarap di lahan yang disengketakan antara PTPN XIV dengan rakyat mirip cara-cara penjajah bahkan lebih keji. Nalar dan nurani kemanusiaan saya tidak bisa menerima perlakuan terhadap rakyat seperti itu. Cara-cara seperti itu hanya bisa dilakukan orang-orang yang tidak beriman dan tidak berperikamanusiaan,” tegas Pendiri Maspul institute ini.

Sebelumnya, manajemen PTPN XIV melalui Sekretaris PTPN XIV, Jemmy Jaya, Jumat (18/2/2022) lalu, memberikan penjelasan sekaligus membantah tudingan jika disebut aktivitasnya saat ini di Enrekang ilegal.

Diakui, PTPN XIV sudah melakukan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) 2001 lalu atau dua tahun sebelum berakhirnya HGU pada 2003.

“Tidak betul jika ada yang menyebut akvitas kami (PTPN XIV) di Enrekang ilegal. Kami berjalan sesuai prosedural.
Kami sudah mengajukan perpanjangan HGU dua tahun sebelum HGU jatuh tempo pada 2003 lalu, sebagai dasar pengelolaan untuk memohon perpanjangan HGU. Jadi permohonan perpanjangan HGU itu sudah ada dua tahun sebelum jatuh tempo,” ujarnya.

BERI PENJELASAN. Sekretaris PTPN XIV, Jemmy Jaya, memberikan penjelasan mengenai aktivitas PTPN XIV di Kabupaten Enrekang di Ruang Kerjanya, Jumat (18/2/2022). foto: doelbeckz/pluz.id

Jemmy Jaya mengakui, saat itu PTPN XIV mengajukan permohonan perpanjangan HGU sesuai dengan luas lahan HGU pertama yang dikelola sejak 1973 dengan total luas lahan 5.230 Hektare (Ha) yang berakhir 2003. Namun, yang disetujui Bupati Enrekang saat itu, hanya 3.000 hektare, sementara sisanya 2.230 hektare akan ditata dan dikelola Pemkab Enrekang dengan memperhatikan kepentingan pemerintah daerah dan masyarakat umum.

“3.000 hektare itulah yang hingga saat ini kita kelola, sementara sisanya 2.230 hektare menjadi tanggung jawab Pemkab Enrekang. Itulah yang saat ini menjadi bagian dari Kawasan Kebun Raya, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), KIWA (Kawasan Industri Maiwa), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dan lainnya. Namun, pada dasarnya 5.230 hektare itu, termasuk yang dikelola Pemkab Enrekang itu, tetap menjadi hak kami sesuai HGU pertama,” katanya.

Hanya saja, kata dia, setelah jatuh tempo HGU belum dikeluarkan hingga saat ini, karena ada permasalahan pada luas lahan. Seharusnya, pada saat itu yang dimohonkan HGU oleh PTPN seluas dengan lahan pemerintah pusat 5.230 hektare yang sebelumnya telah dikelola. Bukan hanya 3.000 hektare seperti pada kesepakatan pembagian dengan Pemkab Enrekang saat itu.

Sehingga, saat itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) merekomendasikan HGU untuk sementara ditangguhkan, karena perlunya pelengkapan administrasi. Namun, hak PTPN XIV, kata Jemmy Jaya, sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola aset milik negara tetap ada dalam mengelola lahan itu.

“Jadi tidak ada ilegal di sini, karena semua tertera dalam administrasi, baik dari BPN maupun dalam kesepakatan bersama Pemkab Enrekang,” bebernya.

“Kami (PTPN XIV) adalah perusahaan milik negara, jadi kami ini taat hukum. Kami ke Enrekang, niatnya kami datang membangun dan memajukan perekonomian daerah, dan masyarakatnya, bukan malah datang menggusur dan menyusahkan masyarakat,” tambah Jemmy Jaya. (***)

Artikel Terkait



Berita Terkini Lainnya


To top