Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulsel, Muhammad Arafah, mengatakan, pameran ini adalah sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya, karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
“Situs Benteng Somba opu merupakan salah satu tinggalan sejarah yang penting di Sulawesi Selatan. Didirikan pada abad ke-16 dan situs ini merupakan bukti nyata kejayaan Kerajaan Gowa yang pernah memegang peran penting dalam sejarah nusantara. Situs benteng dan pusat pemerintahan ini, menjadi salah satu tinggalan sejarah kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan dan tercatat juga dalam sejarah Indonesia sebagai bagian penting sejarah perjuangan melawan kolonial. Oleh sebab itu, situs benteng ini, akan dikembangkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai kejuangan dan kebanggaan terhadap tanah air,” ujarnya.
Arafah mengatakan, Pameran Temporer Museum Karaeng Pattingalloang tahun ini, mengambil tema ‘Jalur Rempah di Era Karaeng Pattingalloang’.
“Perlu kami sampaikan bahwa Benteng Somba Opu adalah sebuah benteng besar yang terletak di dekat pantai dengan dinding yang terbuat dari batu bata dan batu karang, di dalam benteng terdapat tempat tinggal raja dan para pembesar kerajaan. Somba Opu sebagai ibu kota Kerajaan Gowa-Tallo di delta Sungai Jeneberang berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan pelabuhan yang ramai, sekaligus tempat menetap sebagian pendatang dari berbagai bangsa,” katanya.
“I Mangadacinna Daeng Sitaba dengan gelar Karaeng Pattingalloang merupakan anak dari I Wara’ Karaeng Lempangang dan Karaeng Matoay (Sultan Abdullah Awwalul Islam). Pada saat Karaeng Pattingalloang diangkat menjadi Raja Tallo IX (1641-1654) sekaligus sebagai mangkubumi mendampingi Raja Gowa XV (1639-1653). Kombinasi raja dan mangkubumi menghasilkan masa emas Kerajaan Gowa-Tallo, Somba Opu berhasil menjadi bandar niaga bertaraf internasional,” tambahnya.
“Karaeng Pattingalloang dalam usia 18 tahun telah banyak menguasai bahasa asing, seperti bahasa latin, Yunani, Italia, Prancis, Belanda, Arab, dan beberapa bahasa asing lainnya. Karaeng Pattingalloang adalah putra Raja Gowa yang kecakapannya melebihi orang-orang bugis makassar pada umumnya, beliau adalah tokoh, cendekiawan, dan negarawan Kerajaan Gowa di masa lalu,” sambungnya.
Arafah mengatakan, globalisasi dan modernisasi disegala bidang tidak dapat dielakkan, hal itu dapat saja berdampak terkikisnya budaya lama dan berganti dengan budaya baru jika tidak disikapi secara bijak.
Oleh karena itu perlu upaya preventif ke arah tersebut dengan usaha terus menerus menggali, mengkaji, melindungi, dan melestarikan kebudayaan indonesia sebagai jati diri bangsa.
Kegiatan pameran temporer koleksi Museum Karaeng Pattingalloang Benteng Somba Opu, merupakan salah satu wacana untuk memberikan filter kepada masyarakat khususnya kepada generasi muda bangsa terhadap perubahan sosial yang terjadi, sekaligus sebagai upaya untuk menginventarisasi kekayaan budaya bangsa, melalui koleksi di Museum Karaeng Pattingalloang, dan yang paling penting mengajak dan mendekatkan anak-anak kita sedini mungkin untuk lebih mengenal akan tinggalan budaya berupa koleksi historika dan koleksi arkeologika yang akan memperjelas keberadaan kejayaan Kerajaan Gowa di masa lalu pada saat Karaeng Pattingalloang menjabat sebagai mangkubumi, dan menjadikan Benteng Somba Opu sebagai wisata sejarah.
“Saya tak lupa mengucapkan terima kasih kepada XYS Promotion dan panitia pelaksana kegiatan dan semua pihak yang berperan serta dalam kegiatan ini, semoga kegiatan ini bermanfaat dan hasilnya dapat diimplementasikan guna peningkatan kesadaran masyarakat untuk selalu berkunjung dan mencintai museum.
Dan, kami titipkan harapan besar kepada generasi muda untuk lebih menghargai dan mencintai budaya daerahnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.
Sementara, Ketua Panitia Pelaksana, Purmawati, melaporkan, kegiatan Pameran Temporer Museum Karaeng Pattingalloang bertujuan memperkenalkan koleksi Museum Karaeng Pattingalloang, memperkenalkan Karaeng Pattingalloang sebagai tokoh, cendekiawan, dan negarawan Kerajaan Gowa dan di era jalur rempah, dan meningkatkan kunjungan Museum Karaeng Pattingalloang.
“Pengunjung pameran ini, berasal dari sekolah SD, SMP, SMU/SMK se-Kota makassar, perguruan tinggi, budayawan, komunitas, dan masyarakat umum,” ujarnya. (***)