Sidang Kasus Suap Nurdin Abdullah
PLUZ.ID, MAKASSAR – Terdakwa tindak pidana korupsi kasus suap Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah, Agung Sucipto, menjalani sidang perdana secara online digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar, Selasa (18/5/2021).
Sidang ini merupakan sidang kali pertama digelar dalam rangkaian kasus suap proyek infrastruktur di Sulsel telah menyeret tiga tersangka, yakni Nurdin Abdullah, Agung Sucipto sekaligus kontraktor dan pemilik PT Agung Perdana Bulukumba, dan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang atau PUTR Sulsel Edy Rahmat.
Agung Sucipto tidak hadir di Ruang sidang Prof Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar. Melainkan mengikuti persidangan melalui daring aplikasi Zoom di Lapas Klas 1 Makassar.
Sementara sidang berlangsung secara luring terbatas, hadir secara offline di persidangan, yaitu Hakim, JPU, dan Kuasa hukum terdakwa.
Bertindak sebagai Hakim persidangan yaitu, Ibrahim Palino, M Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Agung sebagai terdakwa didampingi tiga Penasehat Hukum, yaitu M Nursal, Afdalis, dan Ardianto.
Dakwaan dibacakan tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara bergantian. Ketiganya yaitu, M Yasri, Januar Dwi Nugroho, dan Yoyo Fiter Haiti.
Dalam pembacaan dakwaan JPU, Agung Sucipto diduga telah melakukan praktik suap menyuap, dengan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, dan Edy Rahmat terkait pembangunan proyek infrastruktur.
Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Diketahui, suap pertama dilakukan di Rumah Jabatan Gubernur, dengan nilai 150 ribu Dolar. Kedua, sebesar Rp2 miliar 500 juta, di mana KPK langsung melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Atas perbuatannya maka ia diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah pembacaan dakwaan dilakukan, Hakim Ketua Ibrahim Palino, menanyakan kepada terdakwa dan kuasa hukumnya, apakah ingin mengajukan eksepsi atau tidak.
Namun, dari pihak terdakwa menolak untuk mengajukan eksepsi, sehingga sidang pembacaan dakwaan dianggap berakhir.
Setelah itu, Hakim menyampaikan sidang pokok perkara akan dilanjutkan pada Kamis (27/5/2021), tentang pemeriksaan saksi.
Ia menjelaskan, seharusnya sidang kedua berlangsung pada Selasa (25/5/2021), namun salah satu hakim ada yang cuti pada tanggal tersebut, sehingga terpaksa diundur.
“Karena dari ketua pengadilan sendiri telah menetapkan bahwa sidang Tipikor hanya berlangsung dua kali seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Kamis,” ujar Ibrahim Palino.
“Sehingga untuk menghindari jadwal sidang yang bertabrakan, sidang akan kita lakukan hanya satu kali dalam satu pekan,” lanjutnya.
Sementara, salah satu Penasihat Hukum Terdakwa, M Nursal, mengaku, menempuh langkah tersebut agar pembahasan bisa langsung ke intinya. Sehingga kasus bisa cepat selesai.
“Kami sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi, alasannya kita ingin langsung ke pokok perkara, pembuktian. Supaya perkara ini jadi terang benderang, dan cepat selesai,” ujarnya.
Pada situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar, sidang Agung Sucipto terdaftar pada nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2021/PN/Mks. Sejumlah barang bukti terdakwa tertera pada laman kasus tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti dua halaman aplikasi setoran atau transfer atau kliring/inkaso Bank Mandiri validasi pada tanggal 12 Juni 2019 pukul 12:32:00 sebesar Rp70 juta.
Uang itu ditransfer ke rekening 174-00-0176196-4 atas nama Liesty Fachruddin, yang tak lain adalah istri Nurdin Abdullah.
Bukti lain yakni satu lembar tanda terima perhiasan Paris Jewelry nomor 23953 yang diterima dari Ibu Daya buat pembayaran perhiasan total Rp40 juta pada tanggal 1 Februari 2020.
KPK juga menyita barang bukti satu lembar nota pembelian nominal SGD (dolar singapur) 4.000 dari PT Marazavalas dengan nomor Bill 068934 atas nama Nurhidayah pada tanggal 01 Feb 2020.
Aliran dana juga diduga mengalir ke pembelian apartemen. Hal tersebut terbukti dari disitanya satu bundel official receipt yang diterima dari Putri Fatima Nurdin untuk pembayaran The Fritz Unit No:07F6 Kingland Avenue Living Radiance pada tanggal 4 Maret 2019. Putri tak lain adalah anak sulung dari Nurdin Abdullah.
Kemudian, ada satu buah amplop warna cokelat Termijn IV+V Victoria yang di dalamnya berisi satu bundel nota Graha Utama untuk pembayaran Termijn V (progress 30 persen) pembangunan Victoria River Park A3/3+A5/6 BSD, Tangerang Selatan, pada tanggal 24 Oktober 2018. Pemiliknya atas nama Nurdin Abdullah.
Lalu, satu buah amplop warna cokelat Termijn VIII+IX Victoria yang didalamnya berisi satu bundel Nota Graha Utama telah diterima dari Ibu Liesty Fachruddin untuk pembayaran Termijn IX (progress 70 persen) pembangunan Victoria River Park A3/3 + A5/6 BSD, Tangerang Selatan, tanggal 18 Februari 2019.
Barang bukti yang diamankan lebih banyak berupa bundel untuk sejumlah proyek di Bulukumba dan Sinjai. Kemudian aliran dana dari sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel ke rekening Nurdin Abdullah, seperti dari Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Sari Pudjiastuti.
Diketahui, Agung Sucipto atau Anggu diketahui adalah bos PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba. Ia diduga menyuap Nurdin Abdullah dan pejabat pemprov lainnya, Edy Rahmat untuk mendapatkan sejumlah proyek infrastruktur.
Hingga terdakwa disangkakan pasal berlapis dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp5,4 miliar. Suap itu diberikan diduga agar Anggu mendapatkan kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (***)