search
  • facebook
  • twitter
  • instagram

Rudianto Lallo Soroti Dua Kasus di Sulsel, akan Laporkan ke Mabes Polri

Eksekusi Lahan di Makassar dan Kematian Polisi Tahanan BNNP Sulsel
doelbeckz - Pluz.id Senin, 24 Februari 2025 22:21
Rudianto Lallo. foto: doelbeckz/pluz.id
Rudianto Lallo. foto: doelbeckz/pluz.id

PLUZ.ID, MAKASSAR – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyoroti dua kasus yang terjadi di Sulsel.

Kedua kasus itu, adalah eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Kota Makassar dan kematian anggota Polres Sinjai yang meninggal dalam pengawasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel.

Hal ini menguat saat Rudianto Lallo silaturahmi dengan puluhan jurnalis di Rumah Aspirasi Anak Rakyat, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Senin (24/2/2025).

“Pertemuan ini sengaja kita gelar menindaklanjuti aduan/laporan warga terkait eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Kota Makassar dan kematian anggota Polres Sinjai yang meninggal dalam pengawasan BNN Provinsi Sulsel,” bebernya.

Rudianto Lallo menyoroti proses pengamanan eksekusi lahan warga di Jl AP Pettarani, Kota Makassar, yang melibatkan ribuan personel gabungan.

Menurutnya, jumlah personel yang dikerahkan dalam pengamanan tersebut terlalu berlebihan, terlebih karena terdapat pihak ketiga yang memiliki sertifikat atas tanah yang mereka beli.

“Kasus eksekusi lahan ini menjadi perhatian serius. Seolah-olah ada indikasi mafia tanah yang bermain. Kehadiran ribuan personel dalam eksekusi ini, menimbulkan pertanyaan, terlebih setelah eksekusi selesai, mereka tetap berada di lokasi. Ini tidak lazim. Pertanyaannya, siapa yang bermain dalam kasus ini?,” ujarnya.

Sebagai mantan Ketua DPRD Kota Makassar, Rudianto Lallo menegaskan, Kepolisian seharusnya tidak dijadikan alat kepentingan kelompok tertentu.

Ia meminta, agar institusi Polri bersikap lebih bijak dalam menangani kasus-kasus seperti ini.

“Kami mengingatkan Polri agar tidak digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Putusan pengadilan yang kontroversial ini, patut diduga terkait dengan mafia tanah. Kuat dugaan di situ ada mafia peradilan dan mafia tanah di lahan sengketa itu. Polisi seharusnya lebih berhati-hati, meskipun pengamanan eksekusi dilakukan atas permintaan pengadilan,” lanjutnya.

Ia juga menilai, eksekusi yang dilakukan menyalahi hukum karena ada pihak yang memiliki sertifikat hak milik di atas lahan tersebut.

“Mereka memiliki itikad baik dan legalitas yang sah. Ini menunjukkan adanya permainan dalam kasus ini. Kita harus mengusut siapa yang terlibat dalam mafia tanah di AP Pettarani. Kami akan melaporkan masalah ini ke Mabes Polri,” tegasnya.

Pemilik Sertifikat Melawan, Minta Bantuan Presiden

Sejumlah pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang tanahnya dieksekusi melakukan perlawanan dan meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto. Mereka menilai putusan pengadilan berpihak kepada mafia tanah.

Eksekusi ini berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN.Mks jo. No.: 49/Pdt.G/2018/PN.Mks. Perkara ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf dkk sebagai termohon.

Kuasa hukum Saladin Hamat Yusuf, Muh Alif Hamat Yusuf, menegaskan bahwa opini yang berkembang terkait pembatalan sertifikat hak milik Hamat Yusuf adalah tidak benar. Menurutnya, sertifikat tersebut justru telah diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan hasil gelar perkara dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.

“Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikat Nomor 351/Tahun 1982, dengan Surat Ukur Nomor 294 tanggal 25 Februari 1982, seluas 42.083 M² atas nama Drs. Hamat Yusuf. Kemudian, sertifikat ini dipecah menjadi lima bagian, yaitu SHM Nomor 627, 628, 629, 630, dan 631, yang seluruhnya masih atas nama Drs. Hamat Yusuf,” jelas Alif.

Ia menegaskan bahwa pernyataan dari pihak pemohon eksekusi, Andi Baso Matutu dan kuasanya, merupakan fitnah dan pembohongan publik yang harus ditelusuri lebih lanjut.

Menurutnya, sebelum eksekusi dilakukan, pihak ahli waris telah menyampaikan situasi tersebut kepada berbagai instansi terkait, termasuk Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, serta Presiden dan Wakil Presiden, namun eksekusi tetap berlangsung. Oleh karena itu, mereka akan kembali menyampaikan keberatan langsung kepada Presiden RI.

“Kami sudah mengirimkan surat kepada berbagai pihak sebelum eksekusi dilakukan, tetapi tidak ada yang mendengarkan. Oleh sebab itu, kami akan membawa keberatan ini langsung kepada Presiden Republik Indonesia,” tegasnya.

Sebagai salah satu ahli waris, Alif, menambahkan, kepemilikan tanah atas nama Saladin Hamat Yusuf dan ahli waris lainnya, yang berjumlah 12 orang, telah didukung bukti kepemilikan yang sah.

Bukti tersebut telah diperkuat dengan putusan berbagai tingkat pengadilan, termasuk pengadilan negeri hingga tingkat banding, serta pengadilan tata usaha negara dan pengadilan agama hingga kasasi. Selain itu, dokumen resmi dari pemerintah daerah terkait pajak bumi dan bangunan turut menguatkan kepemilikan mereka.

“Berdasarkan bukti-bukti yang ada, jelas bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Andi Baso Matutu, yang saat ini masih berstatus narapidana, merupakan tindakan yang mencerminkan mafia hukum, mafia peradilan, dan mafia tanah. Ini merupakan rekayasa hukum yang tidak boleh dibiarkan,” pungkasnya.

Ia menegaskan, persoalan ini harus diselesaikan secara tuntas demi menjaga prinsip negara hukum dan melindungi hak-hak rakyat Indonesia sebagai warga negara.

Kematian Anggota Polres Tahanan BNNP Sulsel

Kasus kematian anggota Polres Sinjai mendapatkan sorotan dari Ketua Kelompok Komisi III DPR RI Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo.

Hal itu setelah pihak keluarga Bripka Arham, seorang anggota Polres Sinjai yang dikabarkan meninggal usai ditangkap anggota Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel, mengadukan kejanggalan kematiam Arham ke Rumah Aspirasi Anak Rakyat.

Menurut Rudianto Lallo, dugaan kejanggalan kematian anggota Polri dari Polres Sinjai itu, pihak keluarga telah melaporkan dan menyampaikan ke rumah aspirasinya.

“Polisi itu meninggal saat pengawasan anggota Polri dari BNNP. Sehingga pihak keluarga menilai ada kejanggalan,” ucap Rudianto Lallo sapaan akrab RL, Senin (24/2/2025).

“Itu menjadi catatan keluarga korban. Sehingga mempertanyakan kejanggalannya. Untuk itu, kami minta Polda Sulsel mengusut kasus tersebut,” sambungnya di Rumah Aspirasi Anak Rakyat di Jl AP Pettarani, Kota Makassar.

RL pun mempertanyakan soal adanya isu bahwa polisi tersebut meninggal akibat minum cairan pembersih kaca.

Biasanya kata RL, kalau orang ditangkap, tentu tangan sudah terborgol.

“Kok bisa bisa minum cairan pembersih kaca. Inikan menjadi pertanyaan juga,” jelas Wakil Ketua Mahkamah DPP Partai Nasdem ini.

RL menyebut, sekali pun pelaku sekaligus korban, penangkapannya harus transparan. Bisa saja polisi itu mau membongkar kasus sabu yang saat ini makin merajalela.

“Kalau masih bergejolak kasus eksekusi dan kematian anggota Polisi itu, bisa saja akan kami sampaikan ke Ketua Komisi III agar bisa di RDP-kan (Rapat Dengar Pendapat), “sebutnya.

Sebelumnya, Kabid Pemberantasan dan Intelijen BNNP Sulsel, Kombes Pol Ardiansyah, mengatakan, awalnya petugas BNN ke Sinjai setelah mendapat informasi adanya transaksi narkoba.

“Kita kembangkan dapatlah nama anggota itu. Ketika dilakukan penggeledahan ada beberapa disita dari rumahnya. Kemudian diamankan ke Polres,” kata Ardiansyah.

Singkat cerita, lanjut Ardiansyah, dari Polres dilakukan pengembangan. Setelan selesai dilakukan pengembangan, anggota tersebut akan dibawa ke Makassar menggunakan mobil anggota BNN.

“Ternyata di dalam mobil anggota BNN itu, ada tersimpan cairan pembersih kaca di belakang. Jadi selama perjalanan, anggota itu langsung teguk cairan pembersih kaca tersebut dan langsung muntah-muntah,” terangnya.

“Kemudian anggota itu menyampaikan ke anggota BNN, kalo dia habis minum ini (cairan). Jadi kita langsung larikan ke rumah sakit di Bulukumba dan ternyata cairan itu dari hasil pemeriksaan merupakan cairan keras. Mengandung unsur kimia,” sambungnya.

Namun, lanjut mantan Wadir Narkoba Polda Sulsel ini, sesampainya di rumah sakit Bulukumba, nyawanya tak terselamatkan.

“Kita akan transparan dalam proses penyelidikan. Jadi kita autopsi di Rumah Sakit Bhayangkara. Kami lakukan untuk memastikan jangan sampai ada pihak yang menilai terjadi sesuatu atas kejadian itu,” ucapnya. (***)

Artikel Terkait



Berita Terkini Lainnya


To top