search
  • facebook
  • twitter
  • instagram

Sulbar Tertinggi Kemiskinan Ektrem, Program Pj Gubernur Jadi Solusi? Ini Tanggapan Akademisi

doelbeckz - Pluz.id Jumat, 30 Agustus 2024 15:48
SAPA WARGA. Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin, malam-malam menemui dan berdialog dengan warga. foto: istimewa
SAPA WARGA. Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin, malam-malam menemui dan berdialog dengan warga. foto: istimewa

PLUZ.ID, MAMUJU – Ekonomi Provinsi Sulsel yang tumbuh positif juga diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Sehingga jika pendapatan masyarakat tidak bertambah, maka daya beli masyarakat sangat rendah atau dengan kata lain masyarakat jatuh pada garis kemiskinan ekstrem.

Hal inilah menjadi salah satu penyebab, sehingga Sulbar masih berada dalam kategori kemiskinan ekstrem tertinggi secara nasional.

Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Jeffriansyah, menguraikan, kemiskinan ekstrem di Sulbar tertinggi itu , pembandingnya adalah standar nasional, dan paling berpengaruh adalah inflasi, khususnya pada harga kebutuhan pokok.

Inflasi terkendali bukan berarti tidak terjadi kenaikan harga, meskipun kenaikan harga kebutuhan pokok di Sulbar terbilang rendah dibandingkan dengan daerah lain, namun kenaikan harga barang kebutuhan ini tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan masyarakat.

“Paling berpengaruh inflasi pada harga beras, terutama saat Lebaran di awal tahun kemarin,” katanya.

Jefriansyah menjelaskan, untuk melihat inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, pembandingnya menggunakan data Maret 2024 yang kebetulan saat itu harga kebutuhan pokok naik, karena puasa dan Lebaran

“Meskipun ekonomi tumbuh, jika inflasi meningkat, terutama pada kebutuhan pokok seperti pangan, transportasi, dan perumahan, maka daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, bisa menurun. Akibatnya, mereka bisa jatuh ke dalam kemiskinan meskipun secara statistik ekonomi tampak tumbuh,” katanya.

Selain inflasi, variabel lainnya adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulbar. TPT Sulbar Februari 2024 menurun 0,65 persen year to year. Tapi jika membandingkan TPT Agustus 2023 dengan TPT Februari 2024 mengalami kenaikan dari 2,27 persen menjadi 3,02 persen pada Februari 2024.

“Masyarakat Sulawesi Barat banyak yang bekerja namun penghasilannya tidak cukup memadai.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di Sulbar masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP),” ucapnya.

Lebih lanjut, kata Jefri, terkait daya beli masyarakat juga dapat dilihat melalui Nilai Tukar Nelayan (NTN), yaitu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi rumah tangga.

“Melihat enam bulan kebelakang, NTN Sulbar masih dibawah 100, ini menunjukkan bahwa indeks harga yang diterima nelayan cukup untuk membiayai produksi dan penambahan barang modal, tetapi belum mencukupi apabila ditambah untuk konsumsi rumah tangga nelayan. Khususnya pada Bulan Maret 2024 terjadi Inflasi saat Lebaran,” katanya.

Ditanya soal langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar, Jefriansyah menyorot pada program Penjabat (Pj) Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin. Selama tiga bulan terakhir telah menonjolkan perhatian pada sektor pertanian, perkebunan, kelautan, perikanan, dan peternakan.

“Pada prinsipnya program Pj Gubernur Bahtiar Baharuddin yang tiga bulan terakhir fokus pada sektor pertanian perkebunan kelautan perikanan dan peternakan sudah baik sesuai karakteristik Sulbar. Hal ini mengacu pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha Sulawesi Barat dengan komposisi pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 44,59 persen penyumbang terbesar dari total PDRB,” jelasnya.

Khusus untuk sektor perkebunan dan pertanian yang digalakkan Bahtiar saat ini, menurutnya, perlu dilakukan kajian.

Jefri mengatakan, sebelumnya Bappeda Provinsi Sulbar telah melakukan kajian pengembangan Sumber Daya Alam (SDA) pada sektor pertanian dan perkebunan, misalnya fokus pada kelapa, kakao, dan jagung.

Jefri mengusulkan, gagasan Bahtiar yang akan mengembangkan pisang cavendish itu, diperlukan ekosistem yang jelas semisal bagaimana proses pemeliharaaanya? Rencana pengolahan produk tersebut? Bagaimana marketnya?

Jefri menuturkan, persoalan harga komoditi yang berubah menjadi problem bagi petani. Sebab itu, diperlukan intervensi pemerintah memberikan kepastian kepada petani dengan menetapkan atau menstabilkan harga produk petani dan nelayan

“Misalnya petani dan nelayan di Majene mengungkapkan masalah yang dihadapi adalah permainan harga dari para pembeli besar yang dengan seenaknya memasang harga. Jadi jika Pak Pj mau memusatkan APBD 2025, maka dicari solusi untuk bagaimana menetapkan atau menstabilkan harga produk petani dan nelayan,misalnya dengan pelatihan pengolahan hasil dengan memberi nilai tambah suatu produk dan menyiapkan pasarnya,” terang Jefri. (***)

Artikel Terkait



Berita Terkini Lainnya


To top